LDII Usul 10 Poin Perbaikan untuk RUU Haji, Soroti Antrean Panjang dan Transparansi Dana

Jakarta (21/8). Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) menyampaikan sepuluh rekomendasi strategis dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Haji Komisi VIII DPR RI, Selasa (20/8). Revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah dinilai sebagai momentum krusial untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah Indonesia.

Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufiq Wijaya, menekankan bahwa isu antrean haji yang mencapai puluhan tahun harus segera diatasi. “Perlu skema tambahan kuota dan kerja sama bilateral dengan Arab Saudi untuk memangkas daftar tunggu,” ujarnya di Gedung DPR.

Selain itu, LDII mendesak transparansi penuh pengelolaan dana haji kepada publik, termasuk laporan investasi dan biaya operasional. Poin krusial lainnya adalah prioritas bagi jemaah lansia dan disabilitas, serta optimalisasi digitalisasi untuk memerangi praktik calo dan pungli.

Untuk melindungi jemaah, LDII mengusulkan pengawasan ketat dan sanksi tegas bagi penyelenggara nakal, penyediaan jalur hukum cepat, serta integrasi asuransi syariah. Penguatan lembaga penyelenggara setingkat kementerian dan standar minimum layanan juga menjadi rekomendasi utama.

“Pendidikan manasik berbasis kurikulum nasional, didukung simulasi digital dan VR, mutlak diperlukan untuk membekali jemaah secara mental, fisik, dan spiritual,” tutup Dody.

Adapun sepuluh poin rekomendasi substantif sebagai berikut:

1. Penanganan Antrean Panjang: Perlu dirumuskan skema tambahan kuota, skema haji khusus, atau kerja sama bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi untuk mempersingkat masa tunggu haji yang di beberapa daerah mencapai lebih dari 30 tahun.

2. Transparansi Pengelolaan Dana Haji: Revisi UU harus memastikan keterbukaan melalui laporan berkala yang detail dan jelas kepada publik mengenai pengelolaan dana haji, termasuk hasil investasi dan biaya operasional, untuk memperkuat akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat.

3. Prioritas bagi Kelompok Rentan: Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang jelas mengenai kuota khusus dan prioritas keberangkatan bagi jemaah lanjut usia, disabilitas, dan yang telah lama menunggu, guna menjamin keadilan.

4. Optimalisasi Digitalisasi: Penggunaan aplikasi terintegrasi yang real-time dan user-friendly untuk seluruh proses guna meminimalkan praktik percaloan, pungli, serta meningkatkan efisiensi layanan.

5. Pengawasan dan Sanksi bagi Penyelenggara: Memperketat syarat perizinan, pengawasan, serta mekanisme sanksi dan tuntutan hukum bagi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan PPIU yang melakukan pelanggaran.

6. Penguatan Kelembagaan: Membentuk lembaga penyelenggara haji yang lebih kuat, fokus, dan setingkat kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

7. Standar Minimum Layanan: Menetapkan standar minimum yang wajib dipenuhi untuk akomodasi, transportasi, konsumsi, bimbingan ibadah, dan kesehatan bagi jemaah haji reguler maupun khusus.

8. Jalur Hukum Cepat: Menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang cepat, mudah, dan tidak mahal bagi jemaah yang dirugikan.

9. Perlindungan Asuransi Syariah: Mengintegrasikan perlindungan dengan asuransi jiwa, kesehatan, dan perjalanan yang berbasis syariah untuk memberikan jaminan keselamatan dan rasa aman.

10. Penguatan Pendidikan Manasik: Mewajibkan manasik berdasarkan standar kurikulum nasional yang diperkaya dengan simulasi digital dan Virtual Reality (VR) untuk mempersiapkan jemaah secara komprehensif.

Dengan usulan ini, LDII berharap RUU Perubahan Ketiga dapat menjawab berbagai tantangan penyelenggaraan haji dan umrah, serta memberikan perlindungan dan kenyamanan terbaik bagi seluruh jemaah Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *