Kota Jambi (11/7). Guna memperkuat pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan DPW LDII Provinsi Jambi, diantaranya SMP-SMA Tri Sukses Boarding School Jambi, Pondok Pesantren Tawakkal dan Yayasan Tawakkal Kota Jambi menyelenggarakan In House Training (IHT) bertajuk “Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan”. Kegiatan intensif ini berlangsung selama tiga hari, 7–9 Juli 2025, dengan partisipasi mencapai lebih dari 70 tenaga pendidik, staf tata usaha, pamong, alim ulama, dan pinisepuh pondok.
IHT dirancang secara sistematis dan komprehensif untuk membekali peserta dengan strategi penciptaan lingkungan belajar yang humanis. Hari pertama fokus pada pemahaman dampak kekerasan dari sisi kesehatan, penanaman karakter luhur, serta identifikasi tradisi perundungan beserta ciri-ciri perilaku kekerasan. Hari kedua mengupas pembentukan ekosistem sekolah yang aman dan menyenangkan, mekanisme pencegahan kekerasan, serta aspek hukum dan mediasi. Hari ketiga menitikberatkan pada dukungan psikologis, pemberian apresiasi positif, dan penegakan batasan (boundaries) bagi siswa.
Uniknya, seluruh materi disampaikan oleh guru yang telah terlatih dan mengimplementasikan praktik baik di satuan pendidikannya. Setiap sesi diakhiri refleksi dan diskusi interaktif guna memperdalam pemahaman serta membangun komitmen kolektif.
Salah satu pemateri adalah H. Nurhamid Hadi, S.Pd., seorang pakar pendidikan yang telah lama menggeluti dunia pendidikan di Kota Jambi, pihaknya menekankan peran sentral guru yang dituntut untuk menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya.
“Guru harus menjadi teladan, fasilitator, dan motivator yang adil. Menghindari bullying serta menanamkan karakter melalui deep learning (berkesadaran, bermakna, gembira) adalah kunci. Apresiasi dan pola pikir positif harus seimbang untuk membentuk generasi hebat yang mandiri dan berakhlak,” paparnya.
Selain H. Nurhamid, turut memperkuat sinergi, Dra. Megawati, M.Pd. yang menyoroti pentingnya kolaborasi dengan semua pihak di lingkungan pendidikan, baik sekolah maupun pondok pesantren.
“Ekosistem sekolah dan pontren yang aman—fisik dan psikologis—terbentuk ketika seluruh komponen (siswa, guru, orang tua, masyarakat) bersinergi. Konsistensi kebijakan, komunikasi terbuka, serta fokus pada perbaikan bersama adalah solusi menghadapi tantangan,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Erlina Wulansari, S.Pd. memberikan materi tentang mengurai strategi apresiasi yang akan membuat peserta didik bangga dengan dirinya.
“Memberi apresiasi atas perilaku baik santri berbeda dengan pujian. Apresiasi yang tulus dan langsung—melalui ucapan, kartu pujian, atau simbol—akan menumbuhkan pola pikir berkembang (growth mindset), membuat mereka tidak takut gagal dan terus mencoba,” paparnya.
Kegiatan ditutup dengan suasana hangat dan penuh semangat untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh. Kerja sama multidimensi ini diharapkan menjadi fondasi kokoh dalam menciptakan budaya sekolah dan pondok pesantren yang humanis, inklusif, dan bebas dari kekerasan, sekaligus menjawab tantangan pendidikan masa depan di Jambi.